Oleh: Anhar, S.Pd., M.Pd
Paradigma milenial intelektual distance seharusnya sudah tidak menjadi asing bagi insan akademik dan lapisan masyarakat modernt, ditambah lagi adanya pendemi Covid-19 yang ikut mempopulerkan dan memaksa semua lapisan masyarakat tidak hanya pada aspek makna akan tetapi wajib menerapkan subtansinya. selain itu, Covid-19 seakan berkolega dengan munculnya konsep pendidikan Era 5.0 yang merupakan istingtif sebagai hasil keputusan konklutif, kontekstualisasi Rule, indigenisasi, dan vernakularisasi rule secara universal dengan realitas sosial, budaya, ekonomi, politik, dan agama di di suatu bangsa. Dalam tinjuan kultural studies paradigma Milenial Intelektual Distance merupakan bentuk perubahan dari sistem dasar baru yang merujuk pada tataran dasar sosial yang sudah ada ke arah pembaruan sistem tersebut.
Ada beberapa opsi yang ditawarkan sebagai definisi standarnya. Namun, yang paling dominan adalah, opsi pada semua akses dan fasiltas telah tersedia dan berkembang begitu pesat memalui internet dan gitalisasi. Hal ini harusnya membetuk proses percepatan belajar secara otoditak maupun madiri secara signitifkan, tentu ini diluar konsekwensi kemajuan itu sendiri yang mengancam keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat secara global. milenial intelektual distance adalah fase trasformasi informasi, konsep dan meaning sebagai alternatif yang ditawarkan oleh dunia sendiri untuk memperbaiki dirinya. Kalau didefinisikan secara demokratis, tentu saja akan lebih sederhana menjadi, saya belajar sendiri, berlatih sendiri untuk diri sendiri baru orang lain, hal ini tentu saja dpadukan dengan tuntutan zaman agar mampu bersaing secara progresif dan akselaratif dari berbagai aspek kehiduapannya, mereka juga harus sejalan dengan moto dan keselamatan diri dan dunia selain dirinya.
Dalam demensi lain, dapat ditegaskan, bahwa milenial intelektual distance adalah paradigma dianetral seorang yang merujuk pada Internet on Things (internet untuk segala sesuatu) yang seakan-akan Milenial Intelektual Distance adalah hasil pembentukan Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) tanpa harus belajar pada seorang guru atau semacamnya. Hal ini yang mendasari hilangnya rasa respek pada dunia diluar ia bisa dapatkan akses informasi. Sehingga tenggang rasa, solidaritas, dan ikatan promodial akan semakin ikut hilang. Lantas untuk apa hadirnya fasilitas pendidikan seperti sekolah, institut, universitas dan lain-lain kalau dunia sudah membentuk definisi standar yang seperti ini yang seakan-akan sedang disetujui ?
Lanjut tag 2.
Oleh
Anhar, S.Pd., M.Pd
Dosen STIE Balikpapan
Wakil Kepala BAAK STIE Balikpapan
Wakil Kepala Lembaga Bahasa STIE Balikpapan
Founder edunews-institut.com
Comment